League of Legends adalah permainan tim. Untuk bisa memenangkan pertarungan melawan tim lain, selain skill, kerjasama kalian adalah hal utama yang menjadi penentu. Hal itu tentu tercipta bukan hanya dari modal sering latihan, melainkan juga harmonisasi tim yang membuat semuanya berjalan mulus. Hubungan satu pemain dengan pemain lainnya adalah kunci dari harmonisasi itu.
Ada banyak tim yang sukses berkat eratnya chemistery yang mereka miliki. Tapi sayangnya, ada juga beberapa tim yang gagal dalam hal itu. Bukan hanya tim-tim non-profesional, tim profesional besar di luar sana juga masih berkutat dengan masalah ini.
Berikut adalah drama tim terbesar yang pernah terjadi di kancah turnamen League of Legends dari seluruh dunia.
5. Xpecial vs. Reginald

Dulu, jauh sebelum Bjergsen menjadi andalan Mid-lane dari Team Solo Mid, Reginald adalah sosok tak tergantikan. Bisa dibilang, nama Team Solo Mid sendiri diambil karena perannya waktu itu yang seolah bermain sendirian untuk membawa timnya meraih kemenangan. Bersama Xpecial, Dyrus, WildTurtle, dan TheOddOne, mereka menjalani Season 3 sebagai salah satu penantang juara NA LCS.
Namun sayangnya, terdapat perpecahan konflik di mana Xpecial di sini berperan sebagai “the Rebel” pada rezim kekuasaan Reginald. Ada dalam suatu pertandingan waktu itu, Xpecial berani membantah Call yang dibuat oleh Reginald. Perdebatan berjalan sengit meski akhirnya tim mereka berhasil memenangkan pertandingan tersebut. Tapi masalahnya tidak habis sampai di situ saja, di mana konflik keduanya mulai muncul ke media.
Kasus lainnya terjadi, yaitu ketika Xpecial mencoba untuk melindungi WildTurtle yang kena semprot oleh Reginald karena membuat kesalahan yang sangat fatal. Perdebatan yang terus berlanjut itu akhirnya berakibat pada dibangkucadangkannya Xpecial selama sisa kompetisi. Hingga akhirnya, posisinya digantikan oleh Gleebglarbu, sementara Xpecial pindah ke Team Curse.
4. Uzi vs. Insec

Uzi pada pertama kali kemunculannya digadang sebagai pemain muda terbaik di dunia. Dia adalah bintang pada saat itu. Terlebih lagi, dia pernah membawa timnya menjadi finalis World Championship pada tahun 2013 lalu. Semasa bermain di Star Horn Royal dulu, Uzi dipasangkan dengan rekan-rekan tim terbaik pada saat itu, salah satunya Insec, yang kita kenal sebagai rajanya Lee Sin. Namun, Uzi dengan semua pencapaiannya, menganggap bahwa tidak ada pemain yang boleh menjadi bintang yang lebih terang darinya.
Ada banyak konflik internal yang terjadi di mana keduanya sering terlibat dalam perdebatan sengit. Saking kesalnya Uzi terhadap Insec, pernah dalam satu pertandingan, Insec mengambil Lucian untuk Uzi terlebih dahulu. Namun ternyata Uzi malah ingin bermain Vayne, dan instalock pun dilakukan. Keadaan itu membuat tim mereka harus bermain dengan Jungle Lucian dan juga Support Lee Sin. Lebih dari itu, Uzi juga mengancam tidak akan bermain di Worlds jika Insec masih menentang semua keinginannya.
3. Piglet, Locodoco, & Dardoch

Kehadiran seorang mantan juara dunia di sebuah tim adalah hal yang sangat berharga. Pengalamannya tentu akan mewariskan banyak ilmu untuk para pemain muda. Tapi hal tersebut sepertinya tidak berlaku untuk salah satu bintang muda Team Liquid saat itu, yaitu Dardoch. Di saat pelatih tim, Locodoco dan juga Piglet sepakat mengenai strategi tim, Dardoch malah berkata lain. Dia bisa dibilang sebagai tukang kompor dari harmonisasi tim.
Sebagai akibatnya, dia pernah dibekukan dari tim, namun kembali menjadi andalan. Itu bukan berarti perilakunya membaik. Dardoch selalu datang dengan pendapat-pendapat yang menyulut emosi tim, terutama Piglet serta Locodoco yang terkenal temperamen. Alhasil, Team Liquid memutuskan untuk menendang Dardoch ke Immortals, dan di saat yang sama menarik Jungler tim Immortals, Reignover, ke dalam tim.
2. HotshotGG vs. Saintvicious

Lagi-lagi konflik perbedaan pendapat antara pemain inti dari tim. Pada saat itu, HotshotGG dan juga Saintvicious adalah salah satu Top dan Jungler terbaik yang ada di NA LCS. Bahkan, selama mereka berjuang CLG bersama-sama, tidak ada banyak orang yang mengira bahwa mereka sering bertengkar. Karena jika dilihat dari permainan, mereka tidak menunjukkan tanda-tanda keretakan di dalam tim.
Sampai akhirnya, perdebatan mereka mulai tercium media, dan konflik seolah bara api yang tertiup angin dan membesar. Koordinasi mereka semakin memburuk, dan berdampak pada performa tim. CLG mulai tergantikan oleh TSM di pucuk tier tim di NA LCS. Saintvicious akhirnya harus keluar dari CLG setelah saat itu. Ada yang bilang bahwa salah satu faktor ditendangnya Saintvicious karena Doublelift meminta hal itu terjadi.
1. Doublelift vs. Team CLG

Doublelift di CLG adalah seorang Godfather. Tidak ada yang bisa menggantikan tempatnya, bukan hanya sebagai ADC, tapi sebagai sosok pemimpin di tim. Kemampuannya sudah bukan diragukan lagi. Bersama Aphromoo, Doublelift menjelma menjadi ADC yang sangat ditakuti di NA LCS. Tapi sayangnya di saat yang bersamaan dia juga berperan sebagai public enemy.
Satu konflik yang sepertinya menjadi alasan mengapa Doublelift pindah ke TSM dengan kesan “dibuang” adalah ketika Seraph, yang waktu itu bermain sebagai Top Laner, berkata pada Dexter1 untuk tidak pernah melakukan Gank ke Top lagi. Dari sana, api perpecahan mulai menyala. Doublelift menganggap bahwa timnya yang sedang tidak kondusif ini tidak bisa banyak berbuat apapun tanpa kemampuannya, dan dia pun menjadi satu-satunya pemain yang masih bertahan setelah rekan tim lainnya mulai tergantikan. Hingga akhirnya datang Aphromoo, ZionSpartan (sekarang Darshan), Pobelter dan juga Xmithie, karir Doublelift dan juga CLG semakin menanjak. Tapi itu tidak bertahan lama. Ego Doublelift sebagai pemain paling senior di tim mempengaruhi harmonisasi tim. Tidak ada yang lebih besar dari Doublelift di tim CLG.
Masalah ini akhirnya selesai dengan kepindahan Doublelift ke TSM. Setelah saat itu terjadi, semua borok Doublelift seolah terungkap semua, dari mulai Aphromoo yang menceritakan semua hal buruk tentang perilaku buruk sang ADC di CLG dulu, sampai gosip-gosip lainnya yang tersebar di media.
Perdebatan di dalam tim adalah hal yang biasa. Jika suatu tim serta pemain-pemainnya tidak bisa mengatasi hal tersebut, maka tim itu belum pantas untuk menjadi yang terbaik. Sudah menjadi kewajiban sosok pelatih atau Manager menyatukan lima ego yang berbeda menjadi sebuah visi permainan dan kemenangan untuk tim.