League of Legends hampir menginjak umur 13 tahun sejak perilisannya pada tahun 2009 silam, dan selama masa hidup game ini, tahukah kalian bahwa Riot Games masih menggunakan engine yang sama?
Alasan mengapa League of Legends masih bisa bertahan sampai sekarang tanpa berpindah engine adalah karena Riot Games memasang banyak modifikasi dan pembaharuan terhadap engine tersebut.
Alhasil, League of Legends bisa terus bertahan dan meraja di ranah MOBA sampai saat ini.
Meski mampu bertahan sebagai MOBA tersukses sepanjang masa, tidak bisa dipungkiri League of Legends memiliki banyak kekurangan, terutama dari segi client yang kerap bermasalah dan lamban, belum lagi bug parah yang sampai memengaruhi pertandingan profesional.
Tidak sedikit pemain bahkan sampai membandingkannya dengan Wild Rift yang merupakan versi mobile dari MOBA tersebut.
Tanpa harus menguliti Wild Rift dalam-dalam, komunitas menemukan banyak fitur yang seharusnya ada di League of Legends jika Riot Games memutuskan untuk merombak engine mereka, mulai dari pemilihan champion dengan efek tiga dimensi, pick swap, dan banyaknya peningkatan quality of life dari game tersebut jika dibandingkan dengan League of Legends.
Bahkan mengganti engine secara besar-besaran berarti Riot Games bisa semakin gila dan kreatif dalam mendesain champion tanpa menjadikannya mimpi buruk dalam fase pengembangan. Belum lagi potensi ultimate skin unik sekelas Elementalist Lux yang belum pernah kita lihat lagi sejak 2017.
Komunitas juga belakangan ini membandingkan League of Legends dengan CS:GO, di mana saat ini Valve tengah mempersiapkan diri untuk merilis Counter-Strike 2.
Sekuel dari FPS legendaris ini tidak berfokus pada penambahan konten signifikan melainkan memoles CS:GO secara besar-besaran agar dapat berkompetisi di industri game yang sudah banyak berkembang semenjak perilisannya.
Umur CS:GO dibandingkan League of Legends terbilang muda, tetapi CS2 menunjukkan bahwa ada banyak hal yang bisa diperbaiki dan dikembangkan dari CS:GO dengan beralih ke engine yang lebih modern.
Wild Rift memberi gambaran masa depan League of Legends pada komunitas apabila Riot Games memutuskan untuk membugarkan game pertama dan utama mereka dengan engine yang lebih modern. Wild Rift dibuat dengan Unity, engine yang sangat populer di kalangan pengembang game, sementara League of Legends menggunakan engine buatan Riot Games sendiri.
Sayangnya, menciptakan sekuel League of Legends dengan target yang sama seperti Counter-Strike 2 berarti Riot Games harus mendedikasikan sumber daya dan waktu yang tidak sedikit dengan hasil yang masih simpang siur.
Riot Games harus memastikan semua fungsi yang berjalan di engine lama juga berjalan di engine baru dengan performa yang sama atau lebih baik.
Tidak hanya itu, mereka berpotensi menaikkan spesifikasi minimal PC yang bisa memainkan League of Legends. Perlu dicatat bahwa League of Legends merupakan satu-satunya MOBA ternama yang bisa dimainkan dengan PC spesifikasi rendah.
Salah satu pemain di LEC, Adrian “Trymbi” Trybus bahkan mencapai Challenger menggunakan laptop yang menjalankan League of Legends di 20 FPS saat ia masih SMA.
Rendahnya spesifikasi PC yang dibutuhkan untuk memainkan League of Legends adalah salah satu kunci mengapa mereka bisa menarik banyak pemain, bahkan sampai melahirkan meme league runs on a toaster karena hampir semua PC bisa memainkan League of Legends.
Apabila Riot Games mengumumkan League of Legends 2 dan membutuhkan PC dengan spesifikasi yang tinggi, bukan tidak mungkin Riot Games akan kehilangan pemain alih-alih mendapat lebih banyak.
Bagaimana menurut kalian? Apakah ini sudah saat yang tepat bagi Riot Games untuk mulai meremajakan game mereka secara keseluruhan?