Perjalanan League of Legends menjadi bagian dari sejarah sebagai judul yang memiliki andil besar dalam mempopulerkan monetisasi free to play bukan cerita yang singkat.
Banyak rintangan yang dilewati Riot Games sebelum merilis League of Legends ke tangan pemain, mulai dari ide gila yang belum pernah terdengar di industri game sampai pendanaan luar biasa dari Tencent yang berjasa dalam mengangkat nama Riot Games sebagai pemain besar industri game.
Kisah kelahiran Riot Games berawal dari asrama University of Southern California (USC) di mana dua mahasiswa bernama Brandon “Ryze” Beck dan Marc “Tryndamere” Merrill berbincang mengenai Defense of the Ancients (DotA), mod Warcraft III dan potensinya apabila didukung dalam jangka panjang.
Keduanya mengamankan dana yang cukup untuk mendirikan Riot Games pada tahun 2006 di Santa Monica. Brandon Beck dan Marc Merrill mengadakan turnamen DotA di USC, yang berujung pada direkrutnya Jeff “Kassadin” Jew sebagai seorang intern.
Selain Jeff Jew, keduanya juga merekrut figur besar pengembangan DotA seperti Steve “Guinsoo” Feak dan Steven “Pendragon” Mescon yang dekat dengan komunitas DotA.
Tidak lama kemudian, pasukan kecil Riot Games mulai mengemukakan ide awal game mereka yang mengambil inspirasi dari DotA. Mereka ingin merilis game tersebut dalam bentuk free to play yang pada saat itu merupakan konsep yang asing dan gila.
![](https://i.ytimg.com/vi/rKTbDjMGHAw/maxresdefault.jpg)
Karena ide gila itu, Riot Games dihadapkan dengan respon yang kurang mengenakkan mengenai proyek mereka.
Riot Games juga memamerkan konsep awal League of Legends di GDC 2007 untuk mendapatkan investor, tetapi para publisher hanya mengincar keuntungan dari peluncuran game berbayar dan sekuel.
Untungnya pada tahun 2008, Riot Games mengamankan dana dari Tencent yang saat itu membeli 2 persen dari Riot Games.
Riot Games menunjukkan League of Legends pada tahun 2009, yang mana saat itu masih memiliki subjudul Clash of Fates. Namun subjudul ini tidak bertahan lama dan dihapus bahkan sebelum League of Legends dirilis secara resmi.
League of Legends berkembang pesat seiring berjalan dan satu perusahaan asal Tiongkok melihat adanya potensi luar biasa dalam Riot Games. Perusahaan tersebut adalah raksasa Tiongkok, Tencent.
Pada tahun 2011, Tencent memborong Riot Games, membeli 93 persen dari perusahaan tersebut sebesar 400 juta Dollar sebelum akhirnya dimiliki sepenuhnya pada tahun 2015 dengan nominal yang tidak dipublikasikan.
Menyusul ratusan juta dari Tencent, Riot Games memindah kantor utama mereka ke Los Angeles.
Tahun-tahun berikutnya, Riot Games secara diam-diam mengembangkan game selain League of Legends. Tahun 2018, Riot Games tercatat memiliki 2500 pegawai yang tersebar di 24 kantor di seluruh dunia.
![](https://pbs.twimg.com/media/Cj4WWH-VAAAwJxr.jpg:large)
Riot Games kian serius menjamah semua genre di berbagai platform. Tahun 2019 mereka mengungkap berbagai judul baru mulai dari Project A (VALORANT), Project L, Wild Rift, Project F, hingga Riot Forge yang berfokus pada pembuatan game single player bersama pengembang lain seperti Airship Syndicate dan Double Stallion Games.
Ekspansi Riot Games masih belum berakhir, mereka bahkan berhasil meraup kesuksesan dengan Arcane, series adaptasi game mereka yang dicintai penonton, kritikus, sekaligus mematahkan stigma mengenai buruknya adaptasi game di media lain.
Saat ini, Riot Games masih terus mengembangkan game-game mereka dan tengah mempersiapkan langkah mereka selanjutnya dalam mendominasi ranah video game.